“With make up and a pretty dress a girl is reborn over and over”
Bagi penyuka serial cantik atau manga shoujo Jepang mungkin sudah kenal dengan “Paradise Kiss” yang mulai beredar pada tahun 1993. Dan setelah hampir 1 dekade, setelah terlebih dulu diproduksi serial anime-nya, manga ini diadaptasi menjadi movie live action yang diproduksi dengan tidak tanggung-tanggung oleh rumah produksi Warner Bross. Kabarnya sih, film ini juga berhasil mengalahkan film blockbuster Hollywood, Pirates of Carribean : On Stranger Tides.
Awalnya ketertarikan saya akan film ini adalah karena tema fashion yang menjadi latar belakang cerita film romantic comedy remaja ala manga shouju. Diceritakan Yukari Hayasaka (Keiko Kitagawa), seorang siswa SMA yang memiliki rutinitas menyesakkan dada oleh berbagai ujian dan pengawasan ibunya yang tidak ingin melihat kata gagal dari anak gadisnya. Maka hidup Yukari hanya memiliki satu tujuan, yaitu lulus ujian dan pendidikan selanjutnya yang cemerlang.
Ketika suatu hari ia diincar oleh seorang cowok aneh yang menculiknya untuk dijadikan model, rutinitas Yukari mulai berubah. Cowok ini ternyata adalah Arashi (Kento Kaku) seorang mahasiswa yang mencari model untuk final project mereka di fashion festival akhir tahun bersama teman-temannya yang membentuk fashion label “Paradise Kiss” yang memiliki markas atau studio yang digambarkan dengan cukup eye candy disini, bersama Miwako ( Aya Omasa), Isabella (shunji Iragashi) dan juga diketuai oleh male lead kita yaitu Jouji ‘George’ Koizumi (Osamu Mukai). Seperti film-film cewek lainnya apalagi bertema fashion, tentu saja bakal ada proses transformasi dan make-over, Yukari yang awalnya tidak tahu apa-apa tentang fashion dipermak menjadi model cantik.
Dari sini karakter masing-masing tokoh semakin menarik. Dengan latar fashion, masing-masing tokoh memiliki style masing-masing dan karakter kuat bin konyol ala manga Jepang. Arashi sendiri adalah cowok bergaya punk dan hobi mendengarkan musik alternatif dengan karakter yang cuek dan meledak-ledak. Miwako adalah pacar Arashi yang polos namun sangat terbuka yang senang bergaya Lolita. Isabella sendiri adalah seorang transgender yang hobi memakai baju ala Victorian lengkap dengan headpiece dan rambut blonde yang bersikap lemah lembut layaknya kakak perempuan yang baik hati. Sedangkan sang Leader Jouji ‘George’ adalah pemimpin yang jenius dan bijaksana yang seharusnya berpenampilan nyentrik daripada sekedar berpakaian preppy dan elegan. Disebut nyentrik karena pada manganya sendiri Jouji ‘George’ digambarkan berambut dan bermata biru sehingga sering dianggap alien, namun memiliki kharisma yang kuat sebagai pemimpin. Tapi saya gak bisa nyalahin juga si, saya gak bisa bayangin kalo male lead and flower boy kita akan berpenampilan gaga. Hehe.. Yang disayangkan tentunya adalah style karakter lainnya yang seharusnya masih bisa dieksplor terutama Miwako yang tidak menjadi Lolita sama sekali di adaptasi filmnya ini (yang juga seharusnya berambut pink) dan Arashi yang kurang sangar dan seharusnya memiliki style campuran antara british punk dan harajuku alternative style yang sama sekali tak terlihat. Dari segi fashion sendiri, karya-karya busana Jouji yang diceritakan sangat jenius itu, biasa saja dimata saya. Oh well, it’s good, tapi tidak bisa disebut jenius yang saya bayangkan akan jadi sekelas atau setidaknya mirip atau mendekati Alexander McQueen, (atau Vivienne Westwood-ish seperti yang diceritakan pada manganya) berhubung tema yang diambil dalam final project mereka adalah haute couture. Well, sepertinya film ini menekankan sisi rom-com nya.
So.. kita beralih kepada Yukari Hayasaka yang diberi panggilan ‘Coraline’ oleh Miwako yang tentunya akan menjadi love interest dari sang desainer Jouji ‘George’ Koizumi. Dari benci karena merusak rutinitas sekolahnya, sampai perasaan khas lama-lama jatuh cinta pada kharisma sang desainer yang jenius dan lebih jago make up daripada dirinya ini. Menurut saya Yukari Hayasaka disini oke, tapi juga tidak istimewa. Saya malah merasa agak aneh ketika Yukari berpose pada saat aktingnya menjadi model. Dan chemistry antara Yukari dan George sejujurnya juga kurang terasa. Yang justru istimewa menurut saya adalah modal wajah pemeran Yukari yang sangat menarik yang tanpa transformasi saja sudah terlihat menonjol. Dengan rambut coklat dan tubuh jenjang apalagi setelah perubahan style rambutnya, Keiko Kitagawa yang juga berperan sebagai Sailor Mars di live action Sailormoon ini (yang sepanjang investigasi saya sih, Jepang tulen) terlihat seperti gadis blasteran yang unik. Mungkin bisa dikatakan Keiko Kitagawa menjadi point of interest film ini.
Mungkin saya yang subjektif, atau berprasangka buruk. Apa karena film ini diproduksi oleh Warner Bross? saya jadi merasa kehilangan sentuhan khas Jepang pada film-film dramanya dengan ciri khas alur lambat menyentuh namun dengan complicated emotion dan tone hangat pada sinematografinya? Atau memang film ini ditujukan untuk mood yang lebih ceria? Cukup mengejutkan karena sang sutradara, Takehiko Shinjo yang juga menyutradarai Heavenly Forest (2006) dan I Give My First Love To You (2009), 2 film yang saya rasa memiliki elemen-elemen khas drama Jepang yang saya sebut diatas namun ternyata elemen tersebut tidak muncul di film ini. Disneyesque schlock? Hmm.. Yang jelas, tidak mengecewakan namun tidak terlalu mengejutkan pula. Menepis banyaknya kekecewaan dari para fans yang menganggap kurangnya chemistry antara kedua tokoh utama dan banyak hilangnya elemen-elemen gila pada filmnya, tontonan manis ini cocoklah ditonton cewek-cewek saat weekend untuk menyegarkan mata.
cakep main actornya ♥
ReplyDeleteNani
http://www.designani.blogspot.com/
haha.. enak ditonton buat nyegerin mata!! Osamu Mukai!! :)
ReplyDeleteloveee your blog dear,
ReplyDeletekeep posting and go for it!!! :):)
XO